Pandemi Corona
Virus Disease
2019 (Covid-19) yang melanda dunia merubah tata kehidupan masyarakat
termasuk di Indonesia. Demikian juga perubahan yang terjadi pada dunia
pendidikan. Untuk menghindari terjangkitnya wabah Covid-19, Mendikbud
mengeluarkan kebijakan dengan program belajar dari rumah. Dengan keluarnya kebijakan
tersebut, peserta didik tidak lagi belajar secara normal di sekolah tetapi
mereka belajar dari rumah. Di awal
kebijakan tersebut diterapkan tentunya membuat kalangan pendidikan menjadi
kebingungan. Mereka bingung karena belum memiliki persiapan bagaimana program belajar
dari rumah dilaksanakan.
“Apa yang harus
kita lakukan?” kata seorang guru kepada kepala sekolah.
Seorang kepala
sekolah terdiam dan tidak menjawabnya langsung. Ia masih termenung sambil
memikirkan langkah apa yang harus diambil.
Pada awal
program belajar dari rumah memang terkesan mendadak. Sekolah mendapatkan
informasi pada hari pertama libur. Sehingga para guru tidak memiliki persiapan
khusus dalam menghadapi kegiatan belajar dari rumah.
Seorang kepala
sekolah di salah satu Sekolah Dasar di wilayah Kecamatan Bayan yang berada di daerah pedesaan mengumpulkan
guru-gurunya untuk diberikan pengarahan.
“Bapak ibu pasti
kaget dengan diliburkannya anak-anak untuk menghindari penularan Covid-19,”
Kata kepala sekolah.
“Saya yakin
bapak ibu belum memiliki persiapan khusus untuk menghadapi kondisi ini, untuk
itu silahkan dibagikan buku-buku pelajaran kepada anak-anak.” Lanjut kepala
sekolah memberikan instruksi kepada para guru.
Para guru masuk
ruang kelas masing-masing dan membagikan buku pelajaran kepada peserta didik.
Mereka menjelaskan tentang kegiatan belajar dari rumah. Para guru juga berpesan
agar di rumah tetap menjaga kebersihan, pakai masker dan cuci tangan pakai
sabun serta menjaga jarak dengan orang lain agar tidak tertular wabah Covid-19.
Hari-hari berikutnya
para guru tetap masuk sekolah seperti biasa. Mereka menikmati seperti libur
kenaikan kelas atau libur sekitar hari raya Idul Fitri tanpa memikirkan proses
pembelajaran. Setelah beberapa hari masuk sekolah, mereka kebingungan apa yang
harus mereka lakukan. Sementara anak-anak tidak masuk sekolah bukan berarti
libur, tetapi belajar dari rumah. Belajar jarak jauh merupaka pilihan agar siswa tetap
belajar.
Bagi sekolah di
daerah perkotaan, belajar jarak jauh tentunya tidak terlalu sulit. Para siswa atau
orang tuanya banyak memiliki fasilitas seperti HP android, laptop atau minimal
memiliki HP biasa serta jaringan internet juga sangat baik. Mereka bisa
memanfaatkan semua itu untuk program belajar jarak jauh. Guru bisa memanfaatkan
fasilitas-fasilitas untuk belajar daring seperti WhatsApp (WA), Google Form, Zoom, Ruang Guru, Rumah Belajar, TVRI
dan lain-lain. Bisa juga melalui SMS atau telepon langsung kepada siswa yang
tidak memiliki fasilitas HP android.
Bagi sekolah di
daerah pedesaan terlebih lagi yang berada di daerah 3T, program belajar dari
rumah merupakan tantangan tersendiri. Fasilitas untuk belajar dalam jaringan
(daring) atau online masih sangat terbatas. Belum lagi pengetahuan guru dalam
pemanfaatan platform-platform teknologi juga masih kurang. Ditambah lagi
keterbatasan dana untuk pembelian pulsa atau kuota internet. Semua itu menjadi
hal yang rumit dan pelik bagi para guru terutama yang mengajar di daerah
pedesaan.
Bagi guru dan
siswa SD, memang sebagian bisa melakukan pembelajaran secara daring. Namun itu
hanya sebagian kecil saja yaitu 31 % (sumber dari surve cepat Inovasi).
Selebihnya guru melakukan pembelajaran secara offline atau luar jaringan
(luring).
Saat akan
melakukan pembelajaran secara luring, sekolah menyusun program. Para guru juga menyusun
program dan menyiapkan materi bahan ajar. Mereka juga memetakan letak rumah para
siswa dan selanjutnnya menyusun jadwal untuk melakukan kunjungan rumah.
Untuk
melindungi para guru agar terhindar dari wabah covid-19, sekolah menyediakan
masker dan hand sanitizer. Para guru juga menjalankan protokol pencegahan virus
corona Covid-19. Mereka memakai masker,
cuci tangan pakai sabun atau hand
sanitizer serta melakukan phisical
distancing atau jaga jarak aman dengan orang lain. Saat turun ke rumah-rumah siswa selain
memberikan materi pembelajaran dan tugas, guru juga memberikan pemahaman kepada
siswa tentang protokol pencegahan Covid-19.
Dalam melakukan
kunjungan rumah, bukan hal yang mudah bagi guru. Mereka diliputi rasa was-was
dengan adanya wabah covid-19. Dari hasil monitoring kami secara online
menggunakan google form didapatkan 75,6 % guru mengalami ketakutan untuk
berkunjung ke rumah-rumah siswa, mereka takut tertular Covid-19. Apalagi suatu
sekolah yang sudah termasuk dalam zona merah. Jarak rumah siswa yang saling
berjauhan serta kondisi geografis daerah perbukitan juga menjadi tantangan bagi
guru.
Guru mengunjungi
siswa ke rumah sesuai jadwal. Mereka kadang berjalan melewati gang-gang sempit
yang dipenuhi bongkahan sisa-sisa reruntuhan rumah pasca gempa. Sebagian lagi berjalan
melewati pematang sawah, melewati jalan setapak diantara kebun-kebun dan hutan
bahkan ada yang mendaki dan menuruni bukit untuk menemui siswanya agar tetap
bisa belajar.
Dalam
memberikan materi, pencapaian kurikulum sudah tidak lagi menjadi fokus pembelajaran.
Para guru memikirkan pengembangan materi di luar kurikulum yang disesuaikan
kondisi siswa. Pembelajaran kecakapan hidup dikembangkan seperti: materi
tentang covid-19, cara menjaga kebersihan, siswa menjelaskan kegiatan
sehari-hari di rumah.
Sesampai di
rumah salah satu rumah, guru segera menemui muridnya.
“Adi, ada
teman-temanmu yang dekat dengan rumahmu ini?” tanya guru.
“Ada Bu,” jawab
Adi.
“Tolong kamu
panggil kesini, cukup 4 atau 5 orang saja,” kata guru.
Tidak lama
kemudian mereka kumpul di rumah Adi. Selanjutnya mereka menuju mushola darurat dekat rumah Adi.
“Mohon duduknya berjarak 1 meter dan pada pertemuan besok tolong pakai masker,” kata guru.
Selanjutnya
guru menjelaskan materi, memberi kesempatan siswa untuk bertanya serta
memberikan tugas yang akan dikerjakan seminggu ke depan.
“Anak-anak
besok satu minggu lagi, Ibu guru akan kesini lagi untuk mengambil tugas dan memberikan
materi baru,” kata guru.
"Ya...Bu guru," jawab mereka serempak.
Selesai
pertemuan dengan gurunya, para murid pulang ke rumah masing dengan membawa
materi dan tugas yang sudah diberikan. Guru melanjutkan untuk mengunjungi
peserta didik yang lain. Dalam satu hari mereka hanya dapat mengunjungi 3
sampai 4 rumah. Jumlah siswa yang dikunjungi dalam satu hari tidak menentu.
Bila rumah siswa berdekatan, mereka belajar bisa dalam bentuk kelompok sehingga
bisa lebih efektif. Dapat mengunjungi 3 kelompok saja berarti sudah bisa
melayani 15 orang peserta didik. Tetapi
bila rumah siswa jaraknya berjauhan maka guru hanya bisa menemui siswa secara
individual. Sehingga yang bisa dilayani hanya 3 sampai 4 orang siswa dalam
sehari.
Begitu berat perjuangan para guru di masa
pandemi Covid-19. Mengunjungi rumah siswa merupakan pilihan terakhir karena
keterbatasan dalam pembelajaran secara daring. Segala resiko dipertaruhkan oleh
para guru demi melayani peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Mereka memiliki semnagat dan tekat bahwa seluruh peserta didik harus mendapat
pelayanan pembelajaran dari rumah dengan baik. Dengan semangat dan perjuangan yang dilakukan oleh para guru, maka julukan pahlawan tanpa tanda jasa tetap melekat kuat pada jiwa para guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar